Mengapa Sunat pada Bayi Perempuan Dilarang? Fakta Medis dan Dampaknya

Sunat pada bayi perempuan, atau yang dikenal sebagai mutilasi genital perempuan (MGP), telah menjadi topik kontroversial di berbagai negara, termasuk Indonesia. Praktik ini sebelumnya dilakukan dengan berbagai alasan budaya dan tradisional, tetapi kini secara resmi telah dilarang oleh pemerintah. Larangan ini didasarkan pada berbagai alasan medis dan dampak kesehatan jangka panjang yang dapat membahayakan perempuan.
Larangan Sunat pada Bayi Perempuan
Pemerintah Indonesia telah melarang praktik sunat pada bayi perempuan melalui berbagai peraturan dan kebijakan. Salah satu landasan hukum utama yang mengatur hal ini adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 1636/MENKES/PER/XI/2010, yang kemudian diperkuat dengan aturan terbaru dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengklasifikasikan sunat perempuan sebagai bentuk mutilasi yang melanggar hak asasi manusia dan kesehatan perempuan.
Alasan Medis di Balik Larangan
- Tidak Memiliki Manfaat MedisBerbeda dengan sunat pada laki-laki yang memiliki manfaat kesehatan tertentu, seperti mengurangi risiko infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual, sunat pada perempuan tidak memiliki manfaat medis yang terbukti secara ilmiah. Justru, praktik ini dapat menimbulkan dampak kesehatan yang serius.
- Risiko Infeksi dan KomplikasiProsedur sunat pada bayi perempuan sering kali dilakukan tanpa standar medis yang memadai, meningkatkan risiko infeksi, pendarahan, dan gangguan penyembuhan luka. Alat yang tidak steril dapat menyebabkan infeksi bakteri yang berbahaya.
- Dampak Jangka Panjang pada Kesehatan ReproduksiSunat perempuan dapat merusak jaringan alat kelamin, menyebabkan gangguan fungsi seksual, serta meningkatkan risiko komplikasi saat persalinan di masa depan. Jaringan parut yang terbentuk bisa menyebabkan nyeri kronis dan kesulitan saat melahirkan.
- Trauma PsikologisMeskipun dilakukan pada usia bayi, sunat perempuan tetap dapat berdampak psikologis di kemudian hari. Banyak perempuan yang mengalami kecemasan, trauma, dan gangguan psikologis akibat prosedur yang dilakukan tanpa persetujuan mereka.
- Pelanggaran Hak Asasi ManusiaWHO, UNICEF, dan berbagai organisasi hak asasi manusia menganggap sunat perempuan sebagai bentuk pelanggaran hak anak dan perempuan. Praktik ini menghilangkan hak individu untuk menentukan apa yang terjadi pada tubuh mereka sendiri.